Senin, 21 Desember 2015

Jingga Senja dan Kerlip Cahaya Di Teluk Bayur


Lambaian tanganmu ku rasakan pilu di dada,  
Kasih sayang ku bertambah padamu 
Air mata berlinang tak terasakan olehku 
Nantikanlah aku di Teluk bayur..

Sepenggal bait kidung nostalgia dari Fary firyana diatas cukup  menggambarkan bahwa pelabuhan ini sangat masyur dulunya. Cerita tentang perpisahan, penantian tak berkesudahan, dan pertemuan yang sarat akan luapan emosi. Semua menegaskan bahwa teluk bayur bukan hanya tentang kapal yang berlabuh dan pergi, juga bukan hanya tentang aktifitas bongkar muat yang telah berlangsung sejak zaman kolonial.


Sore itu kami duduk di sisi teluk yang berhadapan langsung dengan pelabuhan

sebelum matahari terbenam
jingga senja
blue hours dan golden hours
Sore hingga malam itu masih nampak sisa sisa kejayaannya. Seakan masih nampak kapal Tampomas berlabuh, menurunkan jangkar, mengikatkan tambang, dan menampakkan haru pertemuan setelah sekian lama perpisahan

sampai jumpa pada jingga berikutnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar