Lambaian tanganmu ku rasakan pilu di dada,
Kasih sayang ku
bertambah padamu
Air mata
berlinang tak terasakan olehku
Nantikanlah aku
di Teluk bayur..
Sepenggal bait
kidung nostalgia dari Fary firyana diatas cukup menggambarkan
bahwa pelabuhan ini sangat masyur dulunya. Cerita tentang perpisahan, penantian
tak berkesudahan, dan pertemuan yang sarat akan luapan emosi. Semua menegaskan
bahwa teluk bayur bukan hanya tentang kapal yang berlabuh dan pergi, juga bukan
hanya tentang aktifitas bongkar muat yang telah berlangsung sejak zaman
kolonial.
Sore itu kami duduk
di sisi teluk yang berhadapan langsung dengan pelabuhan
|
sebelum matahari terbenam |
|
jingga senja |
|
blue hours dan golden hours |
Sore hingga malam itu masih
nampak sisa sisa kejayaannya. Seakan masih nampak kapal Tampomas berlabuh, menurunkan jangkar, mengikatkan tambang, dan
menampakkan haru pertemuan setelah sekian lama perpisahan
|
sampai jumpa pada jingga berikutnya |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar