Jumat, 03 Februari 2017

Pulau Air, Surat Untuk Adinda

Pulau Air, Agustus 2016

rindu kakanda pada adinda itu tak lekang oleh kapang, tak luntur oleh jamur, seperti “rendang cubadak” yang diangek-angekan

Apa yang lebih menyejukkan pagi ini selain embun yang bergelayutan di permukaan daun? Di kelopak bunga yang sedang bermekaran ataupun pada helaiannya yang masih urung merekah. Sampai jauh di seberang sana, Swarnadwipa  yang masih tertutup kabut tipis dan matahari yang masih malu-malu menampakkan diri.

Selamat pagi Adinda..

Adakah pagi yang lebih indah pada satu planet di galaksi lain? Tak tahu kakanda, tak sampai ilmu kakanda ke sana.

Kakanda berharap adinda baik baik saja meskipun perusahaan listrik seringkali mematikan listrik tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Bersyukurlah adinda masih dapat memakai listrik pintar, karna disini kakanda gelap gulita. Jangankan listrik pintar, listrik bodohpun tak ada disini. Jadi tidak ada hal tidak penting yang dimatikan.

Adinda, kakanda baik-baik saja disini. Kakanda selalu mendo’akan adinda semoga selalu sehat wal’afiat tak kurang satu apapun di tiap produksi adenosin tri fosfat (ATP) pada siklus kreb kakanda. Juga di proses glikolisis, glikogenesis, glikoneogenesis dan siklus biokimia lainnya.

Adinda, kalau tak silap, gletser di kutub utara sudah lama mencair. Pernah adinda kesitu? Kakanda juga tidak pernah. Tapi dingin disitu kata Etek Rosna. Ah sudahlah, mungkin Etek Rosna cuma tengok gambar di kalender dan baca di koran. Akibat dari global warming itu adinda. Karna global warming itu pula jadi putih-putih karang-karang di lautan kita. Pulau Air ini khususnya. Istilah kerennya itu “coral bleaching”. Patah-patah lidah kakanda mengejanya. Jadi janganlah adinda suruh kakanda mendinginkan air laut itu. Jangan pula adinda suruh kakanda me-rona-kan karang yang sudah bleaching dengan carmin secukupnya. Tau adinda carmin? Carmin tu sediaan farmasi, warna merah dia. Kalau tak silap, biasa dipakai untuk mewarnai campuran obat yang sedang digiling supaya tahu kita obat tu sudah tercampur merata atau belum.

Adinda, akibat gletser yang mencair itu, bertambah tinggi pula permukaan air laut.  Bisa tenggelam pulau ini dibuatnya nanti. Sekarang saja sudah banyak terkikis pasirnya, hilang dia dan tinggal batu-batu besar saja lagi.

Adinda, sungguh excited sekali kakanda saat sampai di pulau bersih berpasir putih dan tak berpenghuni ini. Bayangkan oleh adinda. Sebelum sampai banyak expektasi yang kakanda tulis di buku harian kakanda. Mengkodak sunrise, sarapan pagi dan teh hangat, senorkeling dan feri daiiph bersama ikan-ikan, memancing dan seteraight dapat ikan gabuh besar, santai seperti di pantai, bermenung-menung dan berkhayal hal yang indah-indah termasuk tentang adinda, sunset, api unggun, bakar ikan, pacu umang-umang, minum air kelapa muda, panen sukun, selphi bersama penyu dan banyak lagi yang lain adinda.

Adinda, disini kakanda banyak menyendiri. Sering kali kakanda bermenung-menung . ada-ada saja hal yang terpikir oleh kakanda.

Pagi hari ingin kakanda memotret sunrise dan pemandangan. Semangat sekali kakanda pagi itu. Tapi saat keliling pulau, tersialir kakanda di batu. Kakanda pikir batu itu tidak licin, ternyata licin dia. Tersialir dan tertilantang lah kakanda. Lecet-lecet badan kakanda. Tangan dan kaki kakanda sakit-sakit pula gara-gara itu. Terkilir jari tangan kiri kakanda, 4 dari 5 jari kaki kanan kakanda lecet. Berdarah dia. Untunglah sesampai di tenda ditolong bersihkan oleh kawan kakanda. Dibersihkannya luka kakanda, dikasihnya povidone iodine, diperbannya lalu dia suruh kakanda istirahat.

Adinda, kakanda kadang suka iri lihat foto kawan-kawan kakanda di instagram tu. Poto mereka bagus-bagus besama ikan-ikan dan karang-karang. Pada suatu pagi kakanda sudah siap dengan alat senorkeling. Mulai lah kakanda berenang. Memang indah pulau ini adinda. Karangnya bagus, banyak soft coral, anemon, dan istimewanya banyak ikan disini. Ikannya bagus-bagus adinda. Warna warni. Tapi sedang asik-asik berenang, nampak ikan hiu oleh kakanda. Takut kakanda jadinya. Takut kalau digigitnya kakanda nanti. Cepat-cepatlah kakanda berenang ke tepi. Nanti kalau kakanda digigit ikan hiu, bertambah lagi luka kakanda. Luka waktu tersialir kemaren saja belum sembuh.

Dinda, kanda lebih suka menghabiskan malam di luar tenda. Mengamati bintang dengan rasi-rasinya, kadang tampak samar galaksi bima sakti. Kadang langit itu gelap, awan hitam yang seram dan mencekam. Merasakan belaian angin lemah lembut dari barat laut, sepoi-sepoi, kadang badai, seperti hendak menerbangkan kakanda jauh ke angkasa. Transit sebentar di dahan pohon sukun, tersangkut pula sebentar di pohon kelapa, lalu dia terbangkan lagi kakanda berpedoman pada garis lurus ke arah tenggara sampai nanti dia “hard landing”kan kakanda di pesisir barat Austeralia. Sebelum landing susah sekali kakanda menghindari benda benda asing yang melayang layang. Kakanda pikir itu drone. Eh, boomerang itu ternyata.

Mendengarkan nyanyiaan ombak malam yang menari-nari teratur lalu pecah di tepi tubir. Kadang ia tinggi sekali, kadang suaranya seperti gemuruh, keras menghempas. Mengikis permukaan pantai yang kian tipis. Kalau sudah begini kanda suka ingat masa-masa saat kakanda belum bisa hapus ingus sendiri. Di kampung kakanda dulu minim sekali hiburan. Ada tv, Cuma satu tv Negara itu saja siaran yang dapat. Itupun acaranya sudah sangat membosankan. Tapi semembosan-bosannya siaran tivi milik Negara saat itu, mereka tidak lebay, tidak tipu-tipu, dan tidak pula membodoh-bodohi.

Dinda, Kala itu layar tancap masih popular. Orang kantor KB yang sering buat acara. Apa lagi misi mereka kalau bukan melarang amak-amak dan etek-etek kami punya banyak anak??!! Kata mereka 2 anak lebih baik. Tapi Pak Sedi (nama samaran) bekerja di kantor KB provinsi, anaknya empat. Beliau juga yang bilang kalau sebagian besar pegawai KB tu anaknya lebih dari dua. Ayahnya Ijon (nama samaran) bekerja di kantor KB kabupaten, anaknya lima. maafkan kanda yang belum sempat mendata jumlah anak masing masing pegawai KB.

Dinda, dalam kesendirian di sunyinya pulau ini, kanda sering sekali menghabiskan malam di luar tenda. Kenapa tidak?! pada malam, ada hari yang telah tertinggal dan menyisakan lelah. Satu malam berarti ada hari esok yang akan merekah bersama cerita dan asa-asa yang telah dirajut. Meskipun makanan kami masih lauk kemaren yang digoreng lagi. Rindu kakanda pada adinda. Seumpama rendang nangka rindu ini. Lama tahannya. Karna kakanda rajin memanaskannya tiap hari. Jadi rindu kakanda pada adinda itu Awet, lama tahannya. Tak lekang oleh kapang, tak luntur oleh jamur. Seperti “rendang cubadak” yang diangek-angekan (red-dipanaskan).


Bersambung..

Kamis, 02 Februari 2017

Pulau Air, Sebut Saja Pulau Angin

frame of sunshine (sunset or sunrise?)
Pulau Air merupakan pulau yang paling kecil dalam kawasan Taman Wisata Perairan Pieh. Luasnya sekitar 4,7 Ha. Pulau ini juga yang paling dekat dengan Pulau Sumatera. Dari titik terdekat Kota Padang dibutuhkan waktu lebih kurang 45 menit menggunakan perahu nelayan (sumber: TWP). Di pulau ini sering kali terjadi angin kencang dan hujan badai, jadi siap-siap saja segera menggulung tikar dan lapak saat sedang asik berjemur bersantai seperti di pantai.
hari yang cerah untuk pulau yang sepi
Ketinggian pulau ini pada GPS tercatat tidak menentu. -3, -7, 0 dan 3 mdpl. Tenggelam dong? Tidak begitu. Titik 0 mdpl Kota Padang ada di Tugu Tungku Tigo Sapilin, Simpang Haru. Jarak titik 0 tersebut terletak lebih dari 1 km dari bibir pantai, sudah agak tinggi. Jadi saat dikira-kira, ketinggian pulau ini lebih kurang 1 sampai 2 meter dari batas pasir.
pagi yang menkjubkan untuk bersantai seperti di pantai
Jika ada hubungan yang tak putus di Pulau Pamutusan, ada tangan yang saling berpegang memegang-megang sampai terjadi perpegang-pegangan lalu dipegang-pegang di Pulau Pagang, sumpah setia serapah di Pulau Pasumpahan dan semua terekspos rapi mencoba terlihat so-sweet meng-instagramable di sosial media, namun Pulau Air tidak se-tenar itu. Tak banyak informasi dan ekspos tentang pulau ini. Ini hanyalah pulau kosong tak berpenghuni, kecuali jika biawak didaftarkan sebagai penduduk. Ada sumber air di tengah pulau. Payau, bahkan nyaris asin. Masih baik digunakan untuk mandi dan cuci-cuci. Tapi kopi asin dan kopi payau tetap saja tidak enak. Dalam bahasa sederhananya air dari sumber air ini tidak layak minum. Kecuali jika anda seorang NaCl-holic.
penghuni pulau yang tidak terdaftar di Kantor Capil
Pulau ini pasirnya putih, bisa dikatakan bersih. Ada beberapa sampah laut yang terbawa ombak. Tak tampak sampah antariksa ataupun sampah masyarakat. Pagi dan sore sering nampak elang kepala putih terbang di atas laut mencari ikan. Pemandangan yang seru apalagi jika anda seorang peminat wildlife fotogfrafi. Namun tidak begitu menarik jika anda seorang penyuka fotografi “modus” yang berorientasi besar pada paha dan dada apalagi yang dicabein.

Landscape disini juga sangat menarik. Pasir putih berpadu langit biru, sunset di Samudera Hindia dan sunrise dari Pulau Sumatera. Sangat memanjakan untuk yang suka memotret pemandangan. Lupakan hal ini jika anda malas berkeliling pulau dan takut kepanasan.
bukan ikan hiu (sumber foto: Satker TWP Pieh)
Alam bawah laut pulau ini masih indah walaupun karangnya sudah banyak yang mengalami pemutihan. Ikannya banyak, karang-karang mulai dari yang keras sampai yang lunak hidup rukun berdaampingan tanpa pengrusakan. Banyak ditemukan anemone, di kawasan tubir yang paling kaya. Sesekali tampak hiu karang atau disebut juga Black Tip. Sebetulnya tidak berbahaya, tapi cukup menakutkan bagi perenang dadakan seperti saya. Buang jauh-jauh keinginan selfie bersama hiu tersebut jika anda seorang wanita yang sedang datang bulan. Karna dia tidak peduli dengan status “wanita selalu benar” saat PMS. Juga tidak peduli berapapun “like” selfie bibir bebek dan “followers” anda di instagram.
saat transplantasi karang (sumber foto: Satker TWP Pieh)
Menurut laporan dari berbagai sumber, disini merupakan tempat untuk penyu bertelur. Beberapa nelayan juga melaporkan hal yang serupa. Namun beberapa kali enumerator penyu melakukan monitoring disini belum ditemukan tanda-tandanya. Bisa jadi “timing”nya yang kurang pas. Atau mungkin memang tidak ada lagi penyu yang naik kesini.
pohon kelapa saja sendiri, lalu apa yang kamu risaukan?!

NB: Tulisan ini ditulis oleh penulis disela-sela penulisan laporan harian kegiatan monitoring penyu dari Satker KKP Pieh. Jika tertulis tulisan-tulisan yang hakikatnya tidak layak tulis, penulis terbuka atar kritik, masukan dan saran baik itu tertulis ataupun tidak tertulis. Atau mungkin masukan berupa tulisan tertulis, namun disampaikan ke penulis tidak melalui tulisan.