Kamis, 02 Februari 2017

Pulau Air, Sebut Saja Pulau Angin

frame of sunshine (sunset or sunrise?)
Pulau Air merupakan pulau yang paling kecil dalam kawasan Taman Wisata Perairan Pieh. Luasnya sekitar 4,7 Ha. Pulau ini juga yang paling dekat dengan Pulau Sumatera. Dari titik terdekat Kota Padang dibutuhkan waktu lebih kurang 45 menit menggunakan perahu nelayan (sumber: TWP). Di pulau ini sering kali terjadi angin kencang dan hujan badai, jadi siap-siap saja segera menggulung tikar dan lapak saat sedang asik berjemur bersantai seperti di pantai.
hari yang cerah untuk pulau yang sepi
Ketinggian pulau ini pada GPS tercatat tidak menentu. -3, -7, 0 dan 3 mdpl. Tenggelam dong? Tidak begitu. Titik 0 mdpl Kota Padang ada di Tugu Tungku Tigo Sapilin, Simpang Haru. Jarak titik 0 tersebut terletak lebih dari 1 km dari bibir pantai, sudah agak tinggi. Jadi saat dikira-kira, ketinggian pulau ini lebih kurang 1 sampai 2 meter dari batas pasir.
pagi yang menkjubkan untuk bersantai seperti di pantai
Jika ada hubungan yang tak putus di Pulau Pamutusan, ada tangan yang saling berpegang memegang-megang sampai terjadi perpegang-pegangan lalu dipegang-pegang di Pulau Pagang, sumpah setia serapah di Pulau Pasumpahan dan semua terekspos rapi mencoba terlihat so-sweet meng-instagramable di sosial media, namun Pulau Air tidak se-tenar itu. Tak banyak informasi dan ekspos tentang pulau ini. Ini hanyalah pulau kosong tak berpenghuni, kecuali jika biawak didaftarkan sebagai penduduk. Ada sumber air di tengah pulau. Payau, bahkan nyaris asin. Masih baik digunakan untuk mandi dan cuci-cuci. Tapi kopi asin dan kopi payau tetap saja tidak enak. Dalam bahasa sederhananya air dari sumber air ini tidak layak minum. Kecuali jika anda seorang NaCl-holic.
penghuni pulau yang tidak terdaftar di Kantor Capil
Pulau ini pasirnya putih, bisa dikatakan bersih. Ada beberapa sampah laut yang terbawa ombak. Tak tampak sampah antariksa ataupun sampah masyarakat. Pagi dan sore sering nampak elang kepala putih terbang di atas laut mencari ikan. Pemandangan yang seru apalagi jika anda seorang peminat wildlife fotogfrafi. Namun tidak begitu menarik jika anda seorang penyuka fotografi “modus” yang berorientasi besar pada paha dan dada apalagi yang dicabein.

Landscape disini juga sangat menarik. Pasir putih berpadu langit biru, sunset di Samudera Hindia dan sunrise dari Pulau Sumatera. Sangat memanjakan untuk yang suka memotret pemandangan. Lupakan hal ini jika anda malas berkeliling pulau dan takut kepanasan.
bukan ikan hiu (sumber foto: Satker TWP Pieh)
Alam bawah laut pulau ini masih indah walaupun karangnya sudah banyak yang mengalami pemutihan. Ikannya banyak, karang-karang mulai dari yang keras sampai yang lunak hidup rukun berdaampingan tanpa pengrusakan. Banyak ditemukan anemone, di kawasan tubir yang paling kaya. Sesekali tampak hiu karang atau disebut juga Black Tip. Sebetulnya tidak berbahaya, tapi cukup menakutkan bagi perenang dadakan seperti saya. Buang jauh-jauh keinginan selfie bersama hiu tersebut jika anda seorang wanita yang sedang datang bulan. Karna dia tidak peduli dengan status “wanita selalu benar” saat PMS. Juga tidak peduli berapapun “like” selfie bibir bebek dan “followers” anda di instagram.
saat transplantasi karang (sumber foto: Satker TWP Pieh)
Menurut laporan dari berbagai sumber, disini merupakan tempat untuk penyu bertelur. Beberapa nelayan juga melaporkan hal yang serupa. Namun beberapa kali enumerator penyu melakukan monitoring disini belum ditemukan tanda-tandanya. Bisa jadi “timing”nya yang kurang pas. Atau mungkin memang tidak ada lagi penyu yang naik kesini.
pohon kelapa saja sendiri, lalu apa yang kamu risaukan?!

NB: Tulisan ini ditulis oleh penulis disela-sela penulisan laporan harian kegiatan monitoring penyu dari Satker KKP Pieh. Jika tertulis tulisan-tulisan yang hakikatnya tidak layak tulis, penulis terbuka atar kritik, masukan dan saran baik itu tertulis ataupun tidak tertulis. Atau mungkin masukan berupa tulisan tertulis, namun disampaikan ke penulis tidak melalui tulisan.


1 komentar: